ICW Meminta Dewan Pengawas KPK Memberikan Sanksi Berat Jika Ghufron Dinyatakan Melanggar Etika

by -75 Views

Selasa, 30 April 2024 – 19:18 WIB

Jakarta – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron sedang frustasi menunggu lanjutan sidang dugaan pelanggaran kode etiknya di Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Sidang akan kembali digelar pada Kamis, 2 Mei 2024.

Menurut Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana, rasa frustasi tersebut terlihat dari sikap Ghufron yang menggugat anggota Dewas ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

“Mestinya, sebagai aparat penegak hukum, terutama sebagai Pimpinan KPK, Ghufron harus bersedia menjalani persidangan dan tidak mencari-cari kesalahan pihak lain yang sebenarnya tidak relevan,” kata Kurnia dalam keterangannya.

Oleh karena itu, ICW meminta Dewas KPK untuk tidak terpengaruh dengan segala argumen pembenaran yang disampaikan Ghufron dan tetap melanjutkan proses persidangan.

Kurnia menyatakan bahwa jika terbukti melanggar etik karena menyalahgunakan jabatan dengan meminta pejabat Kementerian Pertanian memutasi seorang pegawai ke Malang, Jawa Timur, maka Ghufron bisa dijatuhi sanksi berat, yaitu harus mundur dari posisi pimpinan KPK.

“ICW meminta Dewan Pengawas untuk memberikan sanksi berat dengan meminta Ghufron mengajukan pengunduran diri dari jabatannya sebagai Pimpinan sesuai dengan Pasal 10 ayat (3) huruf b Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021,” ujarnya.

Lebih lanjut, Kurnia menambahkan bahwa perbuatan Ghufron tidak boleh dianggap remeh. Ghufron diduga telah menyalahgunakan kewenangannya, bahkan memperdagangkan pengaruh untuk membantu pihak tertentu di Kementan.

“Dewan Pengawas harus menyelidiki indikasi komunikasi yang dilakukan Ghufron dengan pihak Kementerian Pertanian,” jelas Kurnia.

Dewas KPK juga diminta untuk mendalami dugaan komunikasi yang dilakukan Ghufron dengan pejabat Kementan. Jika terbukti bahwa Ghufron berkomunikasi dengan pihak Kementan ketika KPK sedang menyelidiki kasus Syahrul Yasin Limpo (SYL), maka Ghufron dapat dikenakan sanksi lebih berat.

“Bila benar, maka Ghufron diduga kuat melanggar Pasal 36 huruf UU KPK di ranah pidana dan Pasal 4 ayat (2) huruf a Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021 di ranah etik,” kata Kurnia.

Kurnia menjelaskan bahwa jika terbukti bahwa Ghufron memperdagangkan pengaruh sebagai pimpinan lembaga antirasuah, hal tersebut termasuk dalam tindak pidana korupsi.

“Dalam konteks hukum internasional dengan mengacu pada Konvensi PBB Melawan Korupsi, maka perbuatan Ghufron yang trading in influence dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi,” tambahnya.