Penggunaan Cadangan Batu Bara Masih Diperlukan Setelah Tahun 2060, Perlu Dipertimbangkan

by -25 Views

Jakarta – Sumber daya besar dan potensi batu bara di Indonesia dianggap perlu dimanfaatkan secara maksimal. Berdasarkan data Badan Geologi, sumber daya batu bara Indonesia masih mencapai 99,19 miliar ton dengan cadangan sebesar 35,02 miliar ton.

Baca Juga :

Jawaban Anies Ditanya Mahasiswa Jambi soal Tangani Tambang Ilegal

Menurut data cadangan dari Kementerian ESDM, Wakil Ketua Umum Indonesia Mining Association, Ezra Leonard Sibarani mengatakan bahwa jika produksi batu bara diasumsikan sebesar 700 juta ton per tahun, cadangan batu bara baru akan habis dalam 47-50 tahun ke depan. Jika digunakan sendiri untuk kebutuhan dalam negeri yang diproyeksikan sebesar 200 juta ton per tahun dengan adanya tren peningkatan kendaraan listrik, umur cadangan batu bara dapat mencapai 150 tahun. Selain berperan penting dalam transisi energi, batu bara harus dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat sebesar-besarnya.

Baca Juga :

Harga Batubara Kembali Membara, Bagaimana Prediksi di Tahun 2024?

“Jadi masih panjang dan pada tahun 2060 NZE (Net Zero Emission), berarti akan ada banyak cadangan batu bara. Nah, pertanyaannya adalah apa yang akan dilakukan dengan cadangan ini,” kata Ezra dalam Sarasehan bertajuk “Peran Strategis Batu Bara dalam Transisi Energi” yang digelar Energy and Mining Editor Society (E2S) pada Minggu, 17 Desember 2023.

Wakil Ketua Umum Indonesia Mining Association, Ezra Leonard Sibarani (kanan)

Wakil Ketua Umum Indonesia Mining Association, Ezra Leonard Sibarani (kanan)

Baca Juga :

Punya Cadangan Batu Bara 2,4 Miliar Metrik Ton, BUMI: Baru Dieksplorasi Sebagian

Saat ini, lanjut Ezra, tantangan dalam transisi energi menuju pemanfaatan energi baru terbarukan adalah biaya yang sangat besar, mencapai Rp 3.500 triliun. Kebutuhan dana yang besar untuk mencapai target dekarbonisasi atau Net Zero Emission (NZE) pada 2060 salah satunya untuk menonaktifkan banyak pembangkit listrik bertenaga batu bara. Padahal, pembangkit tersebut dapat tetap dioperasikan dengan menggunakan teknologi baru yang lebih ramah lingkungan.

“Dengan masih adanya cadangan batu bara dan biaya yang mahal untuk transisi energi, mengapa tidak tetap memanfaatkan batu bara,” kata dia.

Ezra mengatakan karena potensi batu bara yang besar, IMA merekomendasikan untuk mempertimbangkan apakah bisa menggunakan batu bara lebih dari 2060. Selain karena batu bara mempunyai peran penting, biaya transisi energi dengan memanfaatkan Energi Baru Terbarukan sangat besar. 

“Kita harus mempertimbangkan baik-baik, jangan sampai kita utang lebih banyak ke anak cucu,” katanya. 

Menurut Ezra, pemerintah perlu mempertimbangkan program jangka pendek dan panjang untuk penggunaan batu bara di PLTU secara bersih sambil mempertimbangkan pembiayaan EBTKE secara bertahap. “

Jadi konsepnya clean coal. Kalau bisa pemerintah bisa pertimbangkan hal ini jadi yang dikurangi emisinya. Jadi jangan sampai memberatkan keuangan negara juga jangan terlalu cepat transisi sehingga apa yang kita punya bisa dipakai secara maksimal,” kata Ezra. 

Sementara itu, Senior Vice President Pengembangan Batu Bara PT PLN Energi Primer Indonesia Eko Yuniarto mengatakan, di Jawa Bali pada 2024, kebutuhan batu bara naik 90 jutaan ton. Demikian pula di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi kebutuhan batu baranya ikut tumbuh. 

“Pada 2025 ada penurunan kebutuhan batu bara karena ada beberapa PLTU yang secara umur sudah pensiun,” kata Eko. 

Dia mengungkapkan perkembangan batu bara sampai 2030 masih akan tumbuh permintaannya di 153 juta ton pada 2030.  “Paralel dengan pertumbuhan demand, cofiring juga naik, green energy-nya juga naik tapi tetap kalah kontribusi dari pertumbuhan PLTU,” ungkap Eko. 

Sementara itu, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara Ditjen Minerba Kementerian ESDM Lana Saria mengakui peranan batu bara makin penting karena pemanfaatan energi terbarukan di masa transisi energi saat ini baru sekitar 2 persen dari potensi yang ada.  

“Batu bara saat ini masih dominan 42,4 persen, diikuti BBM 31,4 persen dan gas serta NRE. Jadi masih menjadi sumber energi utama, karena potensi batu bara masih sangat besar dibanding sumber energi lainnya,” ungkap Lana.

Pada 2023, target produksi batu bara nasional mencapai 694,5 juta ton. Produksi tersebut ditujukan untuk DMO 176,8 juta ton dan ekspor 517,7 juta ton.

“Untuk produksi sampai November mencapai 710,75  juta ton batu bara. Dengan asumsi produksi rata-rata per bulan 64,6 juta ton, hingga akhir tahun diproyeksi sebesar 775,17 juta ton atau 111% dari target tahun 2023,” kata Lana.

Sebagian besar cadangan batu bara Indonesia memiliki kalori sedang (5.100-6.100 kal/g) yakni 54% dan kalori rendah <5.100 kal/g) 34%.  Tidak hanya sebagai penopang sumber energi nasional, kontribusi batu bara bagi penerimaan negara juga cukup besar. 

Melalui royalti terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), kontribusi batu bara tercatat menjadi yang terbesar dibanding komoditas mineral dan batu bara lainnya, seperti emas dan tembaga.

“Hingga 11 Desember 2023, PNBP dari royalti batu bara mencapai Rp 94,59 triliun melampaui target dalam PNBP 2023 sebesar Rp 84,26 triliun,” kata Lana.

Halaman Selanjutnya

Halaman Selanjutnya