Polres Metro Jakarta Barat meminta keterangan dari saksi ahli hukum pidana Yuni Ginting terkait kasus investasi bodong senilai Rp2,2 miliar yang dilaporkan oleh korban bernama Eddi Halim sejak tahun lalu. Kasus ini melibatkan dua orang berinisial MHS dan NT, namun hingga kini belum ada tersangka yang ditetapkan oleh penyidik. Yuni Ginting memberikan keterangan terkait alat bukti dan informasi lain yang berkaitan dengan kasus ini di Mapolres Metro Jakbar. Menurutnya, dokumen percakapan WhatsApp dan bukti transfer menjadi petunjuk yang mengacu pada Undang-Undang ITE Pasal 5 Ayat 1.
Dengan dasar hukum tersebut, kuasa hukum pelapor meyakini bahwa dua alat bukti yang diserahkan kepada penyidik sudah cukup untuk menetapkan terduga terlapor sebagai tersangka. Saksi ahli hukum pidana, Hendricus Sidabutar, juga turut mendampingi Yuni Ginting dalam proses ini. Laporan mengungkapkan bahwa percakapan di WhatsApp memberikan iming-iming keuntungan 11 persen kepada korban dan bukti transferan uang kepada terduga pelaku yang menjadi dasar pertimbangan hukum.
Hendricus Sidabutar, sebagai pengacara korban, mendesak kepolisian untuk segera mengambil tindakan hukum dan menentukan status tersangka bagi pelaku. Meskipun telah berjalan hampir setahun, penanganan kasus ini dianggap terlalu lambat dan menimbulkan rasa kebingungan di pihak korban. Diskriminasi dalam penanganan kasus ini dibuat para pihak merasa tidak adil dibandingkan dengan kasus serupa yang terselesaikan dengan cepat oleh Polres Jakbar.
Kejadian investasi bodong ini terjadi pada tahun 2023 ketika korban ditawarkan keuntungan 11 persen oleh terlapor MHS dan NT untuk pengembangan investasi. Namun, sampai dengan Juni tahun 2024, korban belum menerima kembali dana investasinya. Penyelidikan terus berlangsung untuk mengungkap kebenaran dalam kasus ini dan menegaskan keadilan bagi masyarakat yang menjadi korban.