Jembatan Ampera bukan hanya sekadar menjadi penghubung antara Seberang Ulu dan Seberang Ilir di Kota Palembang, tetapi juga telah menjelma sebagai ikon kebanggaan yang merepresentasikan kejayaan ibu kota Sumatra Selatan. Dengan desainnya yang megah dan keberadaannya yang mewarnai lanskap kota, Ampera selalu menjadi daya tarik utama bagi wisatawan maupun warga setempat. Keberadaan Jembatan Ampera tidak hanya memiliki fungsi strategis, tetapi juga menyimpan banyak cerita di balik pembangunannya. Keunikan arsitekturnya membuatnya menjadi daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung ke Palembang, sering menjadi latar foto bagi para pelancong yang ingin mengabadikan momen di kota yang kaya akan sejarah ini. Sebagai salah satu ikon utama Palembang, Jembatan Ampera telah melalui berbagai perubahan dari masa ke masa, meskipun telah berusia puluhan tahun. Pembangunan Jembatan Ampera dimulai pada April 1962 dan diresmikan pada 10 November 1965 oleh Gubernur Sumatera Selatan saat itu, Brigjen Abujazid Bustomi. Awalnya diberi nama Jembatan Soekarno sebagai penghormatan kepada Presiden Soekarno, namanya diubah menjadi Jembatan Ampera pada 1966, mencerminkan semangat perjuangan rakyat Indonesia pada masa itu. Jembatan Ampera memiliki panjang 1.117 meter, lebar 22 meter, dan tinggi menara mencapai 63 meter. Dari awal operasinya, bagian tengah jembatan dapat diangkat untuk memungkinkan kapal-kapal besar melintas di bawahnya, namun mekanisme ini dihentikan sejak tahun 1970. Jembatan ini didanai dari harta rampasan perang Jepang dan desain serta konstruksi dipercayakan kepada tim arsitek dari Jepang. Sejak diresmikan, Jembatan Ampera menjadi simbol identitas dan kebanggaan masyarakat Palembang serta tetap menjadi daya tarik utama bagi wisatawan. Pada malam hari, keindahannya semakin memukau ketika lampu-lampu menghiasi struktur jembatan dan menambah pesona panorama Sungai Musi.
Menelusuri Sejarah Ikonic Jembatan Ampera di Kota Palembang
