LEADERSHIP QUALITIES OF MY SENIORS (PART I)

by -68 Views

Ada pepatah yang mengatakan bahwa seorang guru sejati seharusnya bangga melihat muridnya melampaui dirinya. Seorang guru sejati akan memastikan bahwa murid-muridnya dan anak buahnya lebih sukses daripada dirinya. Seorang guru sejati tidak akan ragu untuk membimbing murid-muridnya untuk mencapai potensi penuh dan mencapai pangkat tertinggi demi kepentingan bangsa dan negara.

LETJEN TNI (Purn.) KEMAL IDRIS

Saya berusia 17 tahun ketika saya kembali ke Indonesia dari Eropa. Saat itu, Pak Kemal Idris sudah menjadi sosok TNI yang sangat terkenal. Ketika itu, dia dikenal sebagai salah satu tokoh utama rezim Orde Baru pada awal pemerintahan Presiden Suharto. Pak Kemal Idris juga merupakan teman dari paman saya, yang meninggal dalam Pertempuran Lengkong. Ketika saya bertemu dengannya, Pak Kemal Idris berkata kepada saya: ‘Saya adalah teman terbaik dari pamanmu. Pamanmu adalah orang yang sangat berani. Jika pamanmu masih hidup hingga hari ini, saya yakin dia akan menjadi Pangkostrad. Kamu harus mengikuti jejak pamanmu, Subianto. Dia adalah pahlawan.’

Saya ingat kata-katanya. Setelah saya belajar lebih banyak tentang sejarah hidup Pak Kemal Idris, saya memahami bahwa dia adalah orang yang sangat patriotik, berani, jujur, dan terbuka. Batalyon Pak Kemal Idris adalah batalyon TNI pertama yang masuk ke ibukota setelah Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia.

Pada 17 Oktober 1952, Batalyon Kemal Idris terlibat dalam pengepungan Istana. Pak Kemal Idris adalah sosok yang berani, sangat pro-rakyat, dan nasionalis teguh. Dia sangat membenci korupsi sampai-sampai ia berani mengkritik atasannya, sehingga seringkali dianggap nakal. Namun, para senior selalu memberi pengampunan dan melindunginya karena dia merupakan orang yang sangat berani dan mampu memimpin pasukannya melawan Belanda.

Kemal Idris bertempur melawan pemberontak selama tahun 1950-an dan 1965. Setelah pemberontakan G30S/PKI 1965, dia menjadi orang kepercayaan Pak Harto di Kostrad sebagai Wakil Kepala Staf. Setelah Pak Harto dipromosikan, Pak Kemal Idris menggantikan Pak Harto sebagai Pangkostrad. Kualitas Pak Kemal Idris yang saya ingat dan kagumi adalah sikapnya yang terbuka, ramah, dan humoris. Dia selalu jujur dan selalu berpihak pada orang-orang yang kurang beruntung.

Namun, Pak Kemal Idris juga memiliki kekurangan. Dia adalah orang yang emosional dan sering mengambil keputusan dan kesimpulan tanpa memahami situasi dengan baik. Kadang-kadang, sifat ini membuatnya terjerumus ke dalam masalah yang nyata.

***

LETJEN TNI (Purn.) HARTONO REKSO DHARSONO

Selama Orde Baru, Pak Ton adalah salah satu orang kepercayaan terkuat Pak Harto. Dia berani untuk mengoreksi Pak Harto, mengkritik, dan mendorongnya untuk mendemokratisasi Indonesia. Dia menentang rezim otoriter dan berani mengkritik para senior dan rekannya. Dia sangat populer di kalangan rakyat, pelajar, dan tentara. Dia sering mengenakan peci Kujang. Dia muncul sebagai sosok idolah pahlawan. Dia diidolakan oleh pemuda Jawa Barat dan gerakan mahasiswa di Jakarta.

Letnan Jenderal TNI (Purn.) H. R. Dharsono dikenal oleh orang-orang terdekatnya dengan nama panggilan Pak Ton. Pak Ton dan Pak Kemal Idris sangat dekat dengan keluarga saya, terutama dengan orang tua saya. Pak Ton juga merupakan teman dari paman saya, Pak Subianto, dan ayah saya, Pak Soemitro. Dia mengabdi sebagai Atase Pertahanan di London. Dia juga memiliki karier gemilang di TNI. Dia merupakan sosok terkemuka di Kodam Siliwangi, yang saat itu dikenal sebagai Divisi Siliwangi. Di dalam operasi untuk menekan pemberontakan PRRI/Permesta dan DI/TII, Hartono Dharsono mencuat sebagai komandan batalyon. Saat pemberontakan G30S/PKI terjadi, dia menjabat sebagai Kepala Staf Kodam Siliwangi. Dia akhirnya menggantikan Mayjen Ibrahim Adjie, kemudian menjadi Komandan Kodam Siliwangi dari tahun 1966 hingga 1969. Pada saat itu, dia berhasil memperkuat kesatuan antara TNI dan rakyat. Dia sangat populer di mata rakyat, pelajar, dan tentara. Dia sering mengenakan peci Kujang. Dia diidolakan sebagai sosok pahlawan, terutama oleh pemuda Jawa Barat dan gerakan mahasiswa di ibu kota Jakarta.

Pada masa Orde Baru, dia merupakan salah satu pendukung terkuat Pak Harto. Dia berani untuk mengoreksi Pak Harto, mengkritik Pak Harto, dan mendorong Pak Harto untuk mewujudkan Indonesia yang lebih demokratis. Dia menentang rezim otoriter dan berani mengkritik para senior dan rekan-rekannya. Akibatnya, dia dituduh mendukung tindakan teror dan sempat dipenjara. Pada saat itu, saya masih seorang perwira junior. Saya merasa prihatin karena saya tahu bahwa dia difitnah dan dijebak mungkin oleh kelompok di dalam Angkatan Darat yang tidak menyukainya. Ketika dia dipenjara, saya masih Letnan Dua. Ketika saya mengikuti kursus dasar angkatan di Bandung, saya mengunjunginya dan bertemu dengan keluarganya. Kemudian, ketika saya menjadi Kapten, saya menjadi Wakil Komandan Detasemen 81. Pada saat itu, saya bertanggung jawab membangun markas Detasemen 81 di Jakarta dan memilih kontraktor dan subkontraktor. Saya mengetahui bahwa beberapa pemuda Bandung mendirikan perusahaan furnitur dan mendaftar sebagai subkontraktor interior untuk markas tersebut. Saya tidak ragu untuk menunjuk perusahaan tersebut. Kemudian saya ditegur oleh salah seorang perwira senior saya, yang mengatakan, ‘Di antara mahasiswa ITB yang mendirikan perusahaan…’

Source link