Menyusuri Dengan Persaingan Gerakan Mahasiswa

by -63 Views

Sabtu, 25 Mei 2024 – 21:49 WIB

Jakarta – Presiden terpilih RI, Prabowo Subianto, mengomentari lonjakan biaya uang kuliah tunggal (UKT) di perguruan tinggi negeri. Menurut Prabowo, biaya pendidikan tinggi seharusnya menjadi tanggung jawab negara dan gratis.

Pernyataan Prabowo ini didukung oleh mantan aktivis ’98, Haris Rusli Moti. Bagi Haris, pernyataan Prabowo sejalan dengan tuntutan gerakan mahasiswa di berbagai kampus yang menuntut penurunan biaya pendidikan.

“Omongan Prabowo tentang mahalnya biaya pendidikan perguruan tinggi negeri sejalan dengan tuntutan gerakan mahasiswa di berbagai kampus yang menuntut penurunan biaya pendidikan,” ujar Haris Rusli Moti pada Sabtu, 25 Mei 2024.

Menurut Haris, lonjakan biaya pendidikan disebabkan oleh dugaan privatisasi yang terjadi dalam pengelolaan institusi perguruan tinggi negeri pasca reformasi.

“Ini akibat privatisasi yang terjadi dalam pengelolaan institusi perguruan tinggi negeri di era reformasi,” jelas salah satu tokoh relawan Prabowo saat Pilpres 2024.

Maka dari itu, Haris mengatakan bahwa kritik Prabowo sebagai Presiden terpilih terkait liberalisasi pendidikan yang berdampak pada biaya pendidikan tinggi perlu didukung oleh seluruh aktivis gerakan mahasiswa ’98.

“Tidak ada salahnya setelah 26 tahun reformasi, dengan rendah hati kita harus meninjau kembali sejumlah produk reformasi yang terlalu neoliberalistik,” ucap mantan pimpinan Partai Rakyat Demokratik (PRD) tersebut.

Sebelumnya, Prabowo juga menyoroti kenaikan biaya uang kuliah yang tinggi. Dia berkomitmen untuk meringankan UKT di perguruan tinggi negeri yang mengalami lonjakan.

Prabowo menyampaikan hal tersebut dalam wawancara eksklusif dengan tvOne berjudul ‘Prabowo Subianto Bicara untuk Indonesia’ pada Rabu, 22 Mei 2024.

“Terlebih di universitas negeri yang didirikan dengan uang rakyat (APBN), biaya pendidikan tidak boleh tinggi, bahkan sebaiknya minimal atau gratis. Kita harus menghitung dan bekerja keras untuk itu,” ujar Prabowo.

Halaman Selanjutnya

“Tidak ada salahnya setelah 26 tahun reformasi, dengan rendah hati kita harus meninjau kembali sejumlah produk reformasi yang terlalu neoliberalistik,” ucap eks pimpinan PRD itu.