Senin, 29 April 2024 – 22:51 WIB
Jakarta – Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono mengatakan penonaktifan Nomor Induk Kependudukan (NIK) warga yang sudah tidak berdomisili di Jakarta memiliki manfaat. Salah satu manfaatnya adalah agar aman dari masalah kriminalitas perbankan.
Heru mengatakan banyak keluhan masyarakat khususnya pengusaha di bidang properti yang memiliki kontrakan agar tertib dalam masalah administrasi. “Supaya lebih aman dari masalah kriminalitas perbankan. Banyak juga para pengusaha atau warga yang berusaha di bidang kontrakan itu mengharapkan tertib administrasi. Banyak keluhan yang kami tanggapi dengan tertib administrasi masalah kependudukan,” kata Heru Budi di Jakarta, Senin, 29 April 2024.
Dia juga menyoroti warga yang tertib administrasi yang segera mengalihkan NIK sesuai dengan domisili tempat tinggalnya. Selain itu, Heru menyebut banyak warga yang sudah meninggal dan memang harus dilakukan penertiban NIK. “Jadi, evaluasinya adalah bagi yang maaf, sudah meninggal cukup banyak. Bagi yang sadar pindah selama sekian tahun dan dia tertib administrasi mengalihkan NIK-nya ke daerah yang memang dia tinggal,” ujar Heru.
Heru juga menegaskan penertiban NIK merupakan suatu kemudahan bagi warga itu sendiri. “Kan sebenarnya untuk kepentingan masyarakat sendiri, contoh pernah kan kejadian ada kecelakaan, dia tinggal di Jakarta, begitu dikonfirmasi tidak tahu di mana, kan kesulitan,” ujar Heru.
Sebagai informasi, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta memastikan KTP lama masih berlaku meski Jakarta tidak lagi memiliki status sebagai Daerah Khusus Ibu Kota (DKI). Jakarta akan menjadi daerah khusus (DKJ) seiring dengan perpindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur. “Tentunya masih berlaku,” ujar Kepala Dinas Dukcapil DKI Jakarta, Budi Awaluddin di Jakarta, dikutip Jumat, 26 April 2024.
Budi menyatakan bahwa nantinya warga akan melakukan pergantian KTP jika Jakarta sudah resmi menjadi Daerah Khusus (DKJ). Namun, pelaksanaan pergantian itu dilakukan secara bertahap mulai dari dua juta penduduk lebih dulu pada tahun ini, kemudian dilanjutkan pada 2025. “Saya hitung yang harus mengganti KTP sebanyak 8,3 juta jiwa berdasarkan data sementara. Hal ini karena adanya mutasi penduduk (pindah, kematian, dan lain sebagainya),” ujarnya.