Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam dan manusia. Namun, sayangnya sebagian besar rakyat masih hidup dalam kemiskinan. Saya menyebut hal ini sebagai paradoks Indonesia. Ketika kita membandingkan pencapaian ekonomi kita dengan negara lain, seperti Tiongkok dan Singapura, kita melihat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya tumbuh 13 kali lipat dalam 30 tahun terakhir. Sementara itu, Tiongkok tumbuh 46 kali lipat dan Singapura tumbuh 19,5 kali lipat. Hal ini disebabkan oleh implementasi prinsip-prinsip state capitalism atau kapitalisme negara yang dilakukan oleh Tiongkok. Mereka menguasai cabang produksi penting dan sumber daya alam melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Di Indonesia, kita malah banyak menyerahkan pengelolaan ekonomi kepada mekanisme pasar, sehingga tidak sesuai dengan amanat sistem ekonomi negara. Selain itu, kita juga digerogoti oleh sistem ekonomi oligarki, di mana perekonomian negara dikuasai oleh sekelompok orang super kaya. Kekuasaan mereka banyak menentukan kehidupan ekonomi dan politik bangsa kita. Hal ini juga disebabkan oleh ketidaksesuaian dalam mengelola kekayaan negara dengan baik melalui keputusan politik yang tepat. Karena itu, saya berpolitik untuk memastikan bahwa keputusan politik yang diambil akan membuat rakyat kita semakin sejahtera. Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar untuk menjadi negara kelas atas. Namun, untuk mencapai tujuan itu, kita perlu mengelola kekayaan negara dengan baik melalui keputusan politik yang tepat. Kita harus sadar bahwa paradoks yang kita alami saat ini adalah masalah kepemimpinan, kearifan, dan kehendak untuk mengambil keputusan politik yang tepat. Kita harus sadar bahwa pertumbuhan ekonomi kita harus mencapai dua digit agar bisa keluar dari middle income trap. Jika pertumbuhan ekonomi kita hanya berkisar di angka 4% atau 5%, sulit bagi kita untuk naik kelas dan bersaing dengan negara maju. Oleh karena itu, kita harus bijak dalam mengambil keputusan politik demi masa depan bangsa Indonesia.